Program ODOT (One Day One Thousand) di SMAN 4 Kota Serang baru-baru ini mendapat sorotan publik yang tajam. Hal ini terjadi setelah salah satu akun di media sosial Instagram menuduhnya sebagai bentuk pungutan liar. Tuduhan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai transparansi dan keabsahan implementasi program tersebut.
Dugaan pungutan liar ini menjadi viral, menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, khususnya di kalangan orang tua siswa. Masyarakat pun bertanya-tanya tentang apakah ada kejelasan dan legitimasi dalam pelaksanaan program ODOT.
Penjelasan tentang Program ODOT dan Tanggapan Pihak Sekolah
Plt. Kepala SMAN 4 Kota Serang, Nurdiana Salam, langsung membantah tudingan tersebut. Ia menegaskan bahwa ODOT adalah program yang bersifat sukarela, tanpa ada paksaan terhadap siswa untuk berkontribusi. “ODOT itu murni sumbangan sukarela. Dana yang terkumpul diperuntukkan untuk pembangunan masjid sekolah dan keperluan sosial kesiswaan,” tegas Nurdiana saat ditemui di ruang rapat sekolah.
Dari penjelasannya, Nurdiana menyebutkan bahwa nominal sumbangan yang diterima setiap kelas bervariasi. Hal ini menjadi bukti bahwa tidak ada unsur paksaan, jika memang dana tersebut tidak diharuskan. “Kalau dipaksa, nominalnya pasti sama. Ini ada yang menyumbang, ada juga yang tidak sama sekali,” tambahnya.
Walaupun demikian, kritik terhadap program ini tetap muncul. Beberapa pihak mengkhawatirkan bahwa kebijakan dalam program ODOT bisa membuka celah bagi praktik pungutan liar yang tidak terawasi. Terlebih lagi, program ini beroperasi tanpa adanya surat edaran resmi dari Dinas Pendidikan atau komite sekolah, yang seharusnya menjadi acuan dalam pelaksanaan kegiatan sekolah.
Pandangan Publik dan Akuntabilitas Pengelolaan Dana
Walaupun pihak sekolah mengklaim dana yang terkumpul digunakan untuk tujuan positif seperti membantu siswa yang terkena musibah, masih ada keraguan mengenai transparansi pengelolaan dana tersebut. Banyak masyarakat berharap agar ada dokumen resmi yang menjelaskan alokasi dan penggunaan dana ODOT. Tanpa laporan keuangan yang dapat diakses publik, keabsahan penggunaan sumbangan tetap menjadi tanda tanya besar.
Perdebatan mengenai ODOT semakin panas setelah informasi mengenai siswa yang diwajibkan menyetor uang seribu rupiah per hari mulai tersebar. Ini dianggap sebagian orang sebagai pungutan berkedok sumbangan, dan menimbulkan skeptisisme di di kalangan orang tua siswa. Hingga berita ini ditulis, belum ada klarifikasi resmi dari Dinas Pendidikan Provinsi Banten mengenai legalitas program tersebut dan kejelasan mekanisme pengelolaannya.
Ketidakpastian ini membuat banyak orang tua khawatir. Mereka meminta agar seluruh kegiatan yang melibatkan biaya sumbangan dijelaskan dengan transparan agar tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari. Sebagian orang tua melontarkan pendapat bahwa alangkah baiknya jika ada pertemuan antara pihak sekolah dan orang tua siswa untuk mendiskusikan tentang program ini secara lebih rinci.
Dengan demikian, penting bagi pihak sekolah untuk meningkatkan komunikasi dan transparansi kepada orang tua dan masyarakat sekitar. Upaya ini bisa membantu mengatasi keraguan dan menciptakan kepercayaan terhadap setiap program yang dijalankan. Selain itu, kejelasan dan ketegasan dari Dinas Pendidikan terkait regulasi yang ada juga sangat diperlukan agar kasus serupa tidak terulang di kemudian hari.