Kepolisian Daerah (Polda) Banten telah melakukan penangkapan terhadap seorang influencer asal Serang, yang dikenal dengan nama SA alias Mahesa Al Bantani, pada Minggu dinihari (13/7/2025) sekitar pukul 02.30 WIB. Penangkapan juga melibatkan tersangka lain, SI alias Kingofhmm, di waktu yang berbeda. Kasus ini mencuat ke publik menyusul dugaan pencemaran nama baik dan ajakan kebencian terhadap ulama, khususnya KH Matin Sarkowi, pimpinan Ponpes Al-Fathaniyah di Kota Serang.
Perkembangan kasus ini menarik perhatian masyarakat, terutama di kalangan pengguna media sosial. Dengan maraknya konten-konten yang diunggah di platform ini, pertanyaan timbul: sampai di mana batasan dalam menyampaikan pendapat? Penangkapan dua influencer ini menunjukkan betapa seriusnya tindakan hukum terhadap kasus pencemaran nama baik yang melibatkan media sosial.
Penangkapan dan Latar Belakang Kasus
Menurut pernyataan Kombes Pol Yudhis Wibisana, Dirreskrimsus Polda Banten, aksi penangkapan ini dilakukan setelah penyidik Subdit V Siber melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan terkait pelaporan dari KH Matin Sarkowi. Dalam laporan tersebut, terungkap bahwa influencer ini diduga menyebarkan konten yang mengandung unsur kebencian dan pencemaran nama baik melalui video berdurasi 51 detik di akun TikTok @kingofhmm. Dalam video tersebut terdapat narasi yang tidak hanya menyudutkan tetapi juga mengajak followers untuk melacak identitas pelapor.
Konten ini tidak hanya melukai kehormatan pelapor tetapi juga melibatkan isu yang lebih luas, yaitu penggunaan media sosial sebagai sarana penyebaran informasi yang tidak bertanggung jawab. Penyelidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian juga melibatkan sejumlah ahli untuk menguatkan unsur pidana dalam perkara ini. Ini menunjukkan bahwa kasus ini bukan sekadar masalah pribadi, tetapi memiliki implikasi hukum yang lebih besar yang perlu diperhatikan oleh semua pengguna media sosial.
Dampak Hukum dan Sosial Dari Kasus Ini
Sebagai respons terhadap situasi tersebut, para penyidik tidak hanya mengamankan para tersangka tetapi juga mengumpulkan barang bukti berupa beberapa unit telepon genggam dan dokumentasi digital lainnya. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya pihak berwenang dalam menangani kasus pencemaran nama baik di dunia maya. Pasal yang disangkakan kepada para tersangka merupakan bagian dari Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang dibuat untuk mengatur penyebaran informasi di dunia digital.
dari perspektif sosial, perkembangan ini membuka banyak ruang untuk diskusi tentang etika dalam menggunakan media sosial. Pengguna diharapkan lebih bertanggung jawab dalam menyebarkan konten yang mereka buat. Selain itu, ini juga menjadi pengingat bagi para influencer untuk lebih hati-hati dalam memilih kata dan narasi yang digunakan, agar tidak terjebak dalam masalah hukum.
Sejauh ini, penyidik Polda Banten tengah berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk melanjutkan proses hukum selanjutnya. Keseriusan aparat penegak hukum dalam menangani kasus ini menunjukkan bahwa mereka tidak menganggap remeh dugaan pencemaran nama baik, terutama yang berkaitan dengan tokoh masyarakat.