BANTEN-, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Provinsi Banten telah merilis data terbaru mengenai jumlah penduduk yang tinggal di kawasan kumuh. Di tahun 2025, tercatat sebanyak 483.875 jiwa yang terpaksa menghuni area yang tidak layak ini, dengan total luas kawasan kumuh mencapai 2.562,42 hektare.
Berdasarkan data, Kabupaten Lebak menduduki peringkat pertama dengan luas kawasan kumuh seluas 1.233,98 hektare, di mana jumlah penduduk yang terdampak mencapai 215.110 jiwa. Di posisi kedua terdapat Kabupaten Tangerang, mempunyai kawasan kumuh seluas 845,56 hektare dengan populasi sekitar 189.840 jiwa. Selanjutnya, Kabupaten Serang menyusul dengan luas kawasan kumuh 252,75 hektare dan jumlah penduduk terdampak sebanyak 40.809 jiwa.
Kondisi Kawasan Kumuh di Banten
Kabupaten Pandeglang mencatatkan luas kawasan kumuh sebesar 110,69 hektare. Sementara itu, Kota Serang mencatat luas kawasan kumuh mencapai 71,48 hektare, diikuti oleh Kota Cilegon dengan 22,41 hektare, dan Kota Tangerang Selatan dengan kawasan kumuh seluas 8,68 hektare. Angka-angka ini menggambarkan tantangan besar yang dihadapi Provinsi Banten dalam mengatasi permasalahan permukiman.
Pemicu utama munculnya kawasan kumuh di Banten dapat diidentifikasi melalui tujuh faktor penting. Menurut Kepala DPRKP Provinsi Banten, Rachmat Rogianto, faktor-faktor tersebut meliputi kepadatan penduduk yang tinggi, ketidakberaturan bangunan, serta buruknya sistem drainase. Faktanya, kepadatan penduduk yang terus meningkat tanpa diimbangi dengan infrastruktur yang memadai akan memunculkan masalah baru di sektor hunian.
Strategi Penanganan Kawasan Kumuh
Rachmat menekankan pentingnya penataan kawasan kumuh dilakukan secara komprehensif, bukan sekadar membangun ulang rumah warga. “Jika hanya memperbaiki bangunan tanpa memperbaiki sistem lingkungan dan peluang ekonomi, masalah kumuh akan muncul kembali,” jelasnya. Dalam hal ini, pendekatan holistic perlu diterapkan, melibatkan perbaikan infrastruktur, penyediaan fasilitas publik, dan penciptaan lapangan pekerjaan yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Meski tantangan besar dihadapi, Rachmat mengklaim bahwa penanganan yang dilakukan oleh Pemprov Banten pada tahun ini telah melebihi target yang ditetapkan. Staf DPRKP melaporkan bahwa seluas 400 hektare telah ditangani, jauh lebih banyak dari target awal yang hanya 100 hektare untuk tahun 2025. Fokus penanganan juga diarahkan ke wilayah Banten Selatan, yang diidentifikasi memiliki tingkat kekumuhan yang lebih tinggi.
Sekretaris DPRKP Banten, Rinto Yuwono, menambahkan bahwa kegiatan penataan kawasan kumuh ini berfokus di daerah Lebak dan Pandeglang. Semua langkah ini merupakan bagian dari program “Banten Maju, Adil Merata”. Program ini diusung oleh Gubernur dan Wakil Gubernur yang peduli terhadap kualitas hidup masyarakat di Provinsi Banten. Dengan pendekatan yang inklusif dan berkelanjutan, diharapkan masyarakat dapat merasakan dampak positif dari penataan kawasan kumuh ini.
Melalui data yang dipaparkan dan upaya yang dilakukan, jelas terlihat bahwa upaya penanganan kawasan kumuh di Banten bukan hanya sekadar proyek jangka pendek, tetapi sebuah investasi untuk masa depan. Membangun lingkungan yang layak huni bagi semua, terutama di area yang paling terdampak, merupakan langkah yang strategis dalam pengentasan kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Keberhasilan program ini akan menjadi tolok ukur keberhasilan pemerintah daerah dalam mencapai visi pembangunan yang berkelanjutan.