SERANG-, Praktik peredaran obat keras ilegal telah terungkap oleh Direktorat Reserse Narkoba Polda Banten. Dalam penyergapan ini, puluhan ribu butir obat keras jenis tramadol dan hexymer berhasil diamankan. Dua pria berinisial YS (33) dan AR (32) telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Tindak lanjut dari penyelidikan membawa kepada pengungkapan jumlah barang bukti yang signifikan. Direktorat Reserse Narkoba Polda Banten, Kombes Wiwin Setiawan, menyatakan bahwa dari tersangka YS, pihak kepolisian menemukan 720 butir hexymer dan 417 butir tramadol HCL. Penemuan ini menunjukkan betapa meluasnya jaringan perdagangan obat keras ilegal ini.
Penyelidikan dan Penangkapan Tersangka
Awal mula terbongkarnya jaringan ini berdasarkan laporan yang diterima dari masyarakat. Laporan tersebut ditindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan yang cermat. Pada tanggal 27 Juli 2025, Tim operasional dari Subdit I Ditresnarkoba berhasil meringkus tersangka YS di rumahnya yang terletak di daerah Pandeglang. Merespons penangkapan ini, YS mengungkapkan bahwa ia mendapatkan obat-obatan tersebut dari tersangka AR yang berada di Koja, Jakarta Utara.
Tindak lanjut dilakukan dengan cepat, dan setelah menerima informasi tersebut, tim kepolisian langsung bergerak ke lokasi keberadaan AR. Hasilnya, di hari yang sama, AR juga berhasil ditangkap. Penangkapan ini menunjukkan betapa cepat dan efektifnya langkah polisi dalam menangani kasus peredaran obat keras ilegal.
Modus Operandi dan Dampak Sosial
Modus yang digunakan oleh kedua tersangka cukup mencolok, yakni dengan berkedok sebagai toko kosmetik dan perlengkapan bayi. Tindakan ini tentu saja sangat meresahkan, mengingat banyaknya masyarakat yang tidak menyadari bahwa mereka bisa menjadi korban peredaran obat ilegal ini. Menurut data yang disampaikan oleh Wiwin, pengungkapan ini telah menyelamatkan sekitar 15.000 jiwa, dengan asumsi dua butir obat dikonsumsi oleh satu orang.
Nilai total barang bukti yang disita mencapai Rp150 juta, menunjukkan betapa besar skala peredaran obat ini. Para tersangka kini dihadapkan pada ancaman hukum yang serius, yakni Pasal 435 dan/atau Pasal 436 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang dapat menjatuhkan hukuman penjara maksimal 12 tahun dan denda hingga Rp 5 miliar. Tanpa adanya tindakan tegas, praktik ilegal ini akan terus merugikan kesehatan masyarakat.
Saat ini, pihak kepolisian juga masih memburu satu tersangka lain yang telah teridentifikasi dan telah ditetapkan sebagai daftar pencarian orang (DPO). Ini menunjukkan komitmen pihak kepolisian dalam memberantas peredaran obat keras ilegal yang dapat merusak generasi muda.