Ratusan guru dari berbagai jenjang pendidikan di Provinsi Banten menunjukkan kekecewaan mereka setelah tidak ada pejabat dari Pemerintah Provinsi yang menemui mereka di Sekretariat Daerah. Kejadian ini berlangsung pada hari Kamis (10/04/2025) dan berakar dari undangan langsung yang disampaikan oleh Gubernur setempat ketika aksi unjuk rasa berlangsung sebelumnya.
Pada aksi yang dilakukan pada tanggal 3 Juni 2025 lalu, Gubernur secara lisan mengundang para guru untuk membahas isu-isu penting yang mereka hadapi terkait tunjangan. Namun, saat mereka sampai di Setda Banten, tidak satu pun staf yang menemui mereka, sedangkan semua pejabat dikabarkan berada di Jakarta.
Tanggapan Para Guru Terhadap Ketidakhadiran Pejabat
Martin Al Kosim, salah satu perwakilan dari tenaga pendidik, mengungkapkan rasa kecewanya. Ia menjelaskan bahwa harapan untuk berdiskusi dengan pihak pemerintah pupus setelah konfirmasi yang dilakukan, dimana semua pejabat tidak ada di tempat. Keberadaan mereka yang tidak bersedia menemui dikatakan sangat disayangkan, terutama mengingat janji yang diberikan saat unjuk rasa sebelumnya.
“Waktu aksi pekan kemarin, pa Gubernur jelas mengatakan secara langsung, kami diundang untuk datang pada hari ini. Tapi setelah tadi kita konfirmasi, ternyata satu pun tidak ada pejabat di Setda. Semuanya tengah berada di Jakarta,” ujarnya.
Martin menegaskan bahwa diharapkan kunjungan tersebut bisa membahas terkait kajian Tunjangan Tambah (Tuta) dan Tunjangan Kinerja (Tukin). Namun harapan itu sirna karena tidak adanya perwakilan pemerintah yang hadir.
Di sisi lain, keluhan serupa juga disampaikan oleh Tajri, perwakilan guru lainnya, yang menyatakan bahwa Tuta sebesar Rp450 ribu belum terbayarkan selama enam bulan. Ia juga menyoroti kebijakan pemprov yang tiba-tiba menghapuskan tunjangan tersebut, padahal seharusnya guru juga mendapatkan hak yang sama layaknya pegawai struktural.
Isu Tunjangan yang Mengguncang Dunia Pendidikan
Pemerintah Provinsi Banten tampaknya sedang menghadapi tantangan besar dalam menyelesaikan isu tunjangan bagi tenaga pendidik. Penurunan kepuasan guru terkait tunjangan membuat mereka merasa tidak dihargai, padahal tenaga pendidik merupakan garda terdepan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Kecewa. Karena itu, kami akan tunggu sampai sore ini, bila perlu kami akan menginap sampai ditemuin oleh pa Sekda. Kalau masih tidak ditemuin, kami akan aksi kembali dengan masa lebih banyak,” tegas Martin, menunjukkan komitmen dan perjuangan yang akan terus dilakukan demi keadilan.
Perjuangan para guru tidak hanya berfokus pada tunjangan, tetapi juga pada beberapa isu lain seperti transparansi dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) dan nasib Calon Pengawas yang tidak jelas. Aksi yang dilakukan oleh Solidaritas Pembela Pendidikan Banten (SP2B) ini menunjukkan bahwa masalah pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab guru, tetapi juga harus menjadi perhatian pemerintah.
“Harapannya Tuta kembali diberikan, dan dibayar, serta Tukin guru ditambah agar disesuaikan dengan pegawai struktural sehingga tidak jomplang. Semoga keinginan kami disetujui oleh pak Gubernur,” ujarnya, mencerminkan harapan yang kuat dari para pendidik.
Aksi yang diadakan tersebut melibatkan ratusan guru, mahasiswa, serta elemen masyarakat yang peduli dengan pendidikan di Banten, menyoroti kompleksitas masalah yang mereka hadapi. Soliditas dalam aksi ini adalah bentuk nyata dari perjuangan untuk mendapatkan hak yang seharusnya mereka terima.
Dengan adanya aksi tersebut, diharapkan suara dan aspirasi yang disampaikan dapat menarik perhatian pemerintah untuk segera mengambil langkah nyata dalam menangani masalah-masalah krusial dalam dunia pendidikan. Hanya melalui dialog yang konstruktif dan tindakan nyata, harapan akan perbaikan dan pemenuhan hak-hak tenaga pendidik dapat terwujud.